Babak ketiga dari cerita Cikuray baru saja terjadi akhir
minggu lalu. Awalnya Pri yang berinisiatif mengajak teman-teman eks-Papandayan
untuk nanjak bareng lagi. Semula rencananya akan diikuti 8 orang tapi pada pelaksanaannya
hanya 5 orang yang jadi ikut. Sebenarnya perjalanan kali ini bisa disebut
kurang persiapan walau pada akhirnya banyak makanan akibat mundurnya 3 orang
tadi. Pri, Putri dan Deni berangkat dari Jakarta sedangkan saya dan Mey
berangkat dari Bandung menggunakan sepeda motor.

Setiba di pos satpam ternyata
banyak rombongan yang akan mendaki hari itu. Kami pun bergegas menuju Pemancar
karena tim dari Jakarta sudah berada di sana. Perjalanan menggunakan sepeda
motor menuju Pemancar adalah perjalanan yang cukup berat. Jalan berbatu yang
rusak parah ditambah beban keril yang kami bawa membuat pegal-pegal badan kami.
Apalagi di beberapa titik tanjakan sepeda motor yang kami tumpangi tidak mau
naik. Alhasil saya harus turun dan membantu mendorong. Sampai pada tanjakan
terakhir menuju Pemancar, kami terpaksa meninggalkan keril kami dan saya untuk
menungguinya sedangkan Mey menyimpan motor di pos lapor Pemancar. Akhirnya kami
berjalan menuju Pemancar, kemudian beristirahat sejenak sekaligus repacking kembali.
Pendakian dimulai pukul 9:00.
PErjalanan kami ini cukup menyulitkan karena tanah yang cukup basah dan kabut
yang menemani perjalanan kami. Dalam perjalanan kali ini Pri sepertinya tidak
kuat menghadapi tanjakan-tanjakan Cikuray yang cukup menguras tenaga. Alhasil
selepas Pos II beban kerilnya harus dibagi-bagi ke teman-teman yang lain. Saya
dan Mey melaju paling depan berharap mendapat lapak untuk menggelar tenda
mengingat banyaknya pendaki kemungkinan akan penuh. Menjelang Magrib saya dan Mey
sudah berada di Pos VI. Karena lelah menunggu kami memutuskan mencari lahan
lebih mendekat ke puncak juga dikarenakan Pos VI sudah cukup penuh.
Sampailah di Pos Bayangan Pohon
Tumbang, saya memilih menunggu sedangkan Mey melanjutkan perjalanan. Sendirian
di sana membuat saya agak bergidik juga mengingat senter yang saya bawa agak
suram cahayanya. Tak lama Mey kembali tanpa membawa hasil disusul tim lain yang
memberitahu bahwa tim Jakarta ada di Pos VI sudah menggelar tenda. Kami
bergegas turun ke Pos VI. Setiba disana benar Deni sedang membuat parit. Kami
yang sudah menggigil kedingin cepat-cepat memasang flysheet. Kemudian kami memasak makan malam. Selesai makan malam
kami langsung tidur berdesakan berlima di tenda kapasitas 4 orang.

Sama seperti naiknya, saya dan
Mey berada di depan. Butuh waktu 2,5 jam untuk sampai Pemancar. Dan 1 jam lagi
kami menunggu tim Jakarta. Ternyata keterlamabatan tim Jakarta akibat foto-foto
di jalan dan juga Putri yang jatuh ke jurang yang tidak dalam karena melamun di
jalan. Setelah tim Jakarta tiba, saya dan Mey langsung pamit. Perjalanan menuju
Plang Dayeuhmanggung cukup berat seperti naik kemarinnya. Sampai di Garut kami
mampir dulu ke Baso Mang Imu di daerah Ciledug, Garut. Basonya super pedas
sampai rasa kantuk saya hilang. Perjalanan dilanjutkan disambut buka-tutup
jalur di daerah Leles-Kadungora. Keindahan Lingkar Nagreg Baru pun jadi sebuah
bonus di perjalanan kami kali ini. Akhirnya saya tiba di rumah menjelang adzan
Isya. (Tamat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar