Hari ini kebagian dapet tugas
negara ke daerah Pacet. Ya suatu kecamatan di bagian selatan Kabupaten Bandung.
Lingkungan Kecamatan Pacet didominasi oleh sawah dan kebun yang terletak di
daerah berbukit-bukit. Suhu udaranya cukup adem dibanding dengan daerah Ciparay
atau Majalaya yang terletak di sebelah utara. Tugas negara kali ini adalah
pelayanan Drop Box SPT Tahunan dan konsultasi masalah perpajakan. Adalah saya, seorang pelaksana dari Seksi
Pelayanan dan salah satu kepala seksi sebagai ketua tim yang berangkat ke
Kantor Kecamatan Pacet.
Berangkat agak siang dari kantor
di kawasan Lingkar Selatan Bandung. Menembus jalanan hingga melewati jalan tol
dari Pasir Koja hingga Buah Batu. Disambung ke Bojongsoang, Baleendah, hingga
Ciparay. Ada satu tim lagi yang berangkat, yakni tim yang menggelar lapak di
Kecamatan Ciparay. Kami bertiga berbelok ke kanan setelah melewati alun-alun
Ciparay. Lebih kurang 5 km akhirnya kami tiba. Ternyata cukup banyak Wajib
Pajak undangan yang telah hadir. Langsung saja kami siap-siap di aula kecamatan
yang sudah kami pinjam sebelumnya.
Tidak hanya dari Pacet tapi juga
ada Wajib Pajak yang hadir dari Kecamatan Kertasari yang letaknya jauh ke
selatan lagi dari Pacet. Kami bertiga mulai melayani Wajib Pajak satu per satu
karena masing-masing Wajib Pajak memiliki masalah berbeda satu sama lain.
Karena di antara kami bertiga hanya saya yang bisa berbahasa Sunda, kebanyakan
Wajib Pajak diserahkan kepada saya yang statusnya hanya pegawai diperbantukan.
Beruntung saya masih mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Wajib Pajak dengan
cukup memuaskan.
Ada kejadian menarik yang terjadi
pada kegiatan ini. Setelah beberapa Wajib Pajak pulang, datanglah sepasang ayah
dan anak yang langsung mencurahkan keluh kesahnya tanpa mampu kami memotong.
Setelah kami simak dengan baik, ternyata mereka adalah salah satu korban
penipuan dengan menggunakan fasilitas perpajakan, yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Modusnya adalah menjanjikan pinjaman rupiah tapi harus membuat NPWP
terlebih dulu.
Kejadiannya tahun 2012. Sang ayah
adalah seorang penjual bensin eceran sedangkan anaknya membuka warung
kecil-kecilan. Suatu saat ada seorang yang menawarkan pinjaman uang 50 juta
rupiah dari salah satu bank swasta. Seperti yang kita tahu, pinjaman 50 juta
rupiah ke atas memerlukan NPWP sebagai persyaratan. Awalnya sang ayah menolak
karena tidak sanggup untuk membayar cicilannya. Tapi sang pelaku terus mendesak
hingga sang ayah luluh hingga bersedia meminjam dengan nominal yang lebih
kecil. Sang pelaku tetap memaksa untuk membuat NPWP. Maka sang anaklah yang
dibuatkan NPWP. Sang pelaku meminta uang 250 ribu rupiah untuk biaya mengurus
NPWP, padahal seperti yang kita tahu NPWP itu gratis. Ternyata ada kesalahan
nama, sang pelaku meminta uang 100 ribu rupiah untuk memperbaikinya. NPWP
berhasil dibuat, sang ayah dan anak membayar NPWP itu dari uang pinjaman karena
berpikir nanti dapat pinjaman yang lebih besar. Kemudian sang pelaku juga
meminta uang untuk membayar PPh Pasal 25 Orang Pribadi. Pelaku menodongkan
Surat Setoran Pajak dan coret-coretan perhitungan pajak untuk ditandatangani
dan dibayar sebesar 50 ribu rupiah. Pelaku telah menggasak 400 ribu dari
pasangan ayah dan anak ini. Ayah dan anak ini mengaku mengalami kerugian 500
ribu, sisanya 100 ribu mereka tidak menceritakan.
Ini menjadi penting dimana
kemudahan mendapatkan NPWP dijadikan modus penipuan yang tentu juga membawa
nama institusi pajak. Maka dengan peraturan baru PER-20/PJ/2013 sttd
PER-38/PJ/2013, NPWP diharapkan dapat dikontrol sehingga tidak menimbulkan
kerugian atau disalahgunakan. Bukan dipersulit, tapi bertindak preventif itu
lebih baik. Sosialisasi perlu digalakan lagi, terutama untuk di wilayah
pedesaan yang hampir tidak tersentuh kabar perpajakan. Pengetahuan itu senjata.
Ketidaktahuan bisa jadi malapetaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar