Selasa, 11 Maret 2014

Awas Penipuan NPWP!

Hari ini kebagian dapet tugas negara ke daerah Pacet. Ya suatu kecamatan di bagian selatan Kabupaten Bandung. Lingkungan Kecamatan Pacet didominasi oleh sawah dan kebun yang terletak di daerah berbukit-bukit. Suhu udaranya cukup adem dibanding dengan daerah Ciparay atau Majalaya yang terletak di sebelah utara. Tugas negara kali ini adalah pelayanan Drop Box SPT Tahunan dan konsultasi masalah perpajakan.  Adalah saya, seorang pelaksana dari Seksi Pelayanan dan salah satu kepala seksi sebagai ketua tim yang berangkat ke Kantor Kecamatan Pacet.
Berangkat agak siang dari kantor di kawasan Lingkar Selatan Bandung. Menembus jalanan hingga melewati jalan tol dari Pasir Koja hingga Buah Batu. Disambung ke Bojongsoang, Baleendah, hingga Ciparay. Ada satu tim lagi yang berangkat, yakni tim yang menggelar lapak di Kecamatan Ciparay. Kami bertiga berbelok ke kanan setelah melewati alun-alun Ciparay. Lebih kurang 5 km akhirnya kami tiba. Ternyata cukup banyak Wajib Pajak undangan yang telah hadir. Langsung saja kami siap-siap di aula kecamatan yang sudah kami pinjam sebelumnya.
Tidak hanya dari Pacet tapi juga ada Wajib Pajak yang hadir dari Kecamatan Kertasari yang letaknya jauh ke selatan lagi dari Pacet. Kami bertiga mulai melayani Wajib Pajak satu per satu karena masing-masing Wajib Pajak memiliki masalah berbeda satu sama lain. Karena di antara kami bertiga hanya saya yang bisa berbahasa Sunda, kebanyakan Wajib Pajak diserahkan kepada saya yang statusnya hanya pegawai diperbantukan. Beruntung saya masih mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Wajib Pajak dengan cukup memuaskan.
Ada kejadian menarik yang terjadi pada kegiatan ini. Setelah beberapa Wajib Pajak pulang, datanglah sepasang ayah dan anak yang langsung mencurahkan keluh kesahnya tanpa mampu kami memotong. Setelah kami simak dengan baik, ternyata mereka adalah salah satu korban penipuan dengan menggunakan fasilitas perpajakan, yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Modusnya adalah menjanjikan pinjaman rupiah tapi harus membuat NPWP terlebih dulu.
Kejadiannya tahun 2012. Sang ayah adalah seorang penjual bensin eceran sedangkan anaknya membuka warung kecil-kecilan. Suatu saat ada seorang yang menawarkan pinjaman uang 50 juta rupiah dari salah satu bank swasta. Seperti yang kita tahu, pinjaman 50 juta rupiah ke atas memerlukan NPWP sebagai persyaratan. Awalnya sang ayah menolak karena tidak sanggup untuk membayar cicilannya. Tapi sang pelaku terus mendesak hingga sang ayah luluh hingga bersedia meminjam dengan nominal yang lebih kecil. Sang pelaku tetap memaksa untuk membuat NPWP. Maka sang anaklah yang dibuatkan NPWP. Sang pelaku meminta uang 250 ribu rupiah untuk biaya mengurus NPWP, padahal seperti yang kita tahu NPWP itu gratis. Ternyata ada kesalahan nama, sang pelaku meminta uang 100 ribu rupiah untuk memperbaikinya. NPWP berhasil dibuat, sang ayah dan anak membayar NPWP itu dari uang pinjaman karena berpikir nanti dapat pinjaman yang lebih besar. Kemudian sang pelaku juga meminta uang untuk membayar PPh Pasal 25 Orang Pribadi. Pelaku menodongkan Surat Setoran Pajak dan coret-coretan perhitungan pajak untuk ditandatangani dan dibayar sebesar 50 ribu rupiah. Pelaku telah menggasak 400 ribu dari pasangan ayah dan anak ini. Ayah dan anak ini mengaku mengalami kerugian 500 ribu, sisanya 100 ribu mereka tidak menceritakan.

Ini menjadi penting dimana kemudahan mendapatkan NPWP dijadikan modus penipuan yang tentu juga membawa nama institusi pajak. Maka dengan peraturan baru PER-20/PJ/2013 sttd PER-38/PJ/2013, NPWP diharapkan dapat dikontrol sehingga tidak menimbulkan kerugian atau disalahgunakan. Bukan dipersulit, tapi bertindak preventif itu lebih baik. Sosialisasi perlu digalakan lagi, terutama untuk di wilayah pedesaan yang hampir tidak tersentuh kabar perpajakan. Pengetahuan itu senjata. Ketidaktahuan  bisa jadi malapetaka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar